Handphone, kalo dulu gw masi jarang lihat temen gw yang kemana-mana bawa hp, kalopun ada masih bisa diitung sama jari, itupun tipe hp untuk nimpuk anjing.. hhee..
Berbeda sama sekarang, hampir semua temen gw punya alat komunikasi ini, mulai dari tipe jadoel, ampe yang layarnya bisa diinjek-injek, maksudnya
dipencet-pencet ^__^
Disetiap ada waktu senggang, entah itu saat istirahat sekolah, kumpul sama temen, diwarung, di bus, sampe dikelas dalam waktu pelajaranpun temen-temen gw ntu sempetin untuk teleponan, gak tau sama siapa, tau ntu m`maknya apa pacarnya...
sampai saat gw bikin posting ini, dari sekitar 7 temen gw, 4 orangnya masih sibuk sama hpnya, telepon cw satu ampe cw yg kesepuluh... ^__^
Gak heran sih kenapa mereka senang bertelepon ria, selain untuk pendekatan sama cewe, berkangen-kangenan juga karena tawaran tarif telepon seluler dari berbagai perusahaan yang benar-benar menggiurkan: gratis bicara sepanjang hari, bebas menelepon semaumu atau ngobrol sampai dower, dan banyak iming-iming lainnya. Gara-gara tarif murah, orang dengan mudah berhalo-halo tanpa batas. Pulsa mungkin saja "aman", namun kesehatan bisa terancam.
Pengguna telepon seluler kini mencapai
115 juta orang, sekitar
separuh dari jumlah penduduk Indonesia. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (
WHO), pengguna handphone di seluruh jagat mencapai
tiga miliar orang. Dua kali lipat dibandingkan data 2005.
Di balik semua kemudahan berkomunikasi, telepon genggam memunculkan kekhawatiran, terutama bagi kesehatan. Seperti penelitian yang dilakukan
Vini Gautam Khurana, ahli bedah saraf dari
Universitas Nasional Australia.
Selama 15 bulan, Khurana menelaah lebih dari 100 penelitian yang telah dilakukan berbagai lembaga, tentang keselamatan penggunaan telepon seluler. Hasil penelitian itulah yang menimbulkan gelombang reaksi besar hingga sekarang, karena Khurana menyatakan penggunaan telepon seluler akan
memicu epidemi tumor otak, yang akan membunuh lebih banyak orang ketimbang rokok. Menurut riset profesor peraih
14 penghargaan medis ini, penggunaan telepon seluler--langsung dari handset--lebih dari 10 tahun akan menggandakan risiko terkena
kanker otak.
Tidak hanya Khurana yang punya perhatian besar terhadap dampak buruk penggunaan telepon seluler, lembaga penelitian bergengsi lain juga demikian. Pada Juni lalu
Mobile Telecommunications and Health Research di
Inggris, bekerja sama dengan
Imperial College, London, mengadakan penelitian besar-besaran tentang apakah telepon genggam bisa memicu g
ejala kanker otak, alzheimer, dan parkinson. Penelitian yang didanai pemerintah Inggris dan sejumlah perusahaan seluler ini akan "membuntuti" 90 ribu orang responden selama setahun. Lalu mengevaluasi dampak kesehatannya.
Menjawab kekhawatiran dunia akan bahaya telepon genggam, Organisasi Kesehatan Dunia juga telah meluncurkan
Health Evidence Network. Ini merupakan layanan informasi Organisasi Kesehatan Dunia Kantor Regional Eropa, sebagai referensi bagi pengambil keputusan di bidang medis.
Ternyata, menurut organisasi kesehatan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa ini, bukti bahwa radiasi telepon seluler dapat memicu tumor otak, tumor pada sel saraf pendengaran, tumor kelenjar saliva, leukemia dan limfoma, masih "
lemah dan tak bisa disimpulkan". Alasannya, orang hanya memakai telepon dalam waktu terbatas, bukan sepanjang hari secara terus-menerus.
Meski begitu, lembar fakta Organisasi Kesehatan Dunia menyebutkan, tidak ada bukti bukan berarti tidak ada efek. Harus ada penelitian lanjutan yang lebih spesifik untuk tiap-tiap kasus. Untuk itu, pada Oktober 2009, organisasi ini akan mengeluarkan rekomendasi resmi tentang aturan menggunakan telepon genggam, tentu saja berdasar penelitian yang lebih kredibel. Khurana sendiri menyarankan untuk membuat penelitian dampak penggunaan telepon seluler dalam jangka 10-15 tahun, agar menghasilkan "kajian ilmiah yang solid"
Pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi) ini membandingkan telepon genggam dengan obat. Jika sebelum dipasarkan, obat harus sukses melalui serangkaian proses (dicoba di hewan, lalu di manusia, kemudian di orang sakit), alat-alat teknologi pun seharusnya begitu. "Mesti ada aturan dari sisi kesehatan, sebelum produk itu dipasarkan," kata Silvia. Jangan hanya berorientasi pada kecanggihan tapi tak mementingkan sisi medis.
Saran dari gw si, pakai perlengkapan elektronik dalam jangka waktu yang wajar dan seperlunya. soal cewe langsung temuin aja, gak pake pulsa, paling ongkos atau bensin doank.. ^__^
Dan terakhir..
ada pendapat atau tambahan lain..???
56 CommentHolic:
Ternyata Meninggalkan Komentar Adalah Sebagian Dari Cara Meningkatkan PageRank :)